kanker payudara

Pengertian Kanker Payudara Definisi Penyebab dan Pengobatan Medis

Image result for pengertian kanker payudara
Image result for pengertian kanker payudara

Pengertian Kanker  adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal yaitu tumbuh sangat cepat dan tidak terkontrol yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal dan menekan jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi fungsi tubuh (dalam Diananda, 2009). 

Definisi Kanker

Kanker adalah kelompok penyakit, dimana sel tubuh berkembang, berubah, dan menduplikasikan diri diluar kendali.  Biasanya, nama kanker diberikan berdasarkan bagian tubuh dimana kanker pertama kali tumbuh. Jadi, kanker payudara adalah tumor ganas yang telah berkembang dari sel-sel yang ada di dalam payudara.  Kanker payudara merujuk pada pertumbuhan serta perkembangbiakan sel abnormal yang muncul pada jaringan payudara (dalam Chyntia, 2009). 
Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan berlebihan atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel (jaringan) payudara. Kanker bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara (dalam Rahayu, 1991). 

Penyebab kanker payudara 

Image result for pengertian kanker payudara

Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi menurut Moningkey dan Kodim (dalam Chyntia, 2009) terdapat banyak faktor risiko yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara, diantaranya: 
  1. Faktor reproduksi 
    Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama merupakan  window of initiation perkembangan kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional, payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang dari 25% terjadi pada masa sebelum menopause  sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis.
  2. Penggunaan hormon 
    Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker  payudara. Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang bermakna pada para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker ini sebelum menopause.
  3. Obesitas 
    Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Penelitian di negara-negara Barat dan bukan Barat juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini.
  4. Konsumsi lemak 
    Willet dkk., melakukan studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun dan menemukan bahwa konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya kanker payudara.
  5. Radiasi 
    Eksposur radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur. 
  6. Riwayat keluarga dan faktor genetik 
    Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan screening untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan ini pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genet ik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen suseptibilitas kanker payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun. 
Sementara beberapa faktor lain yang menunjukkan kemungkinan seorang wanita dapat menderita kanker payudara hádala sebagai berikut (dalam Dixon & Leonard, 2002): 
  1. Menunda kehamilan 
    Wanita yang belum hamil sampai melebihi usia 30 tahun, atau yang belum pernah melahirkan, memiliki risiko lebih besar daripada mereka yang hamil pertama kali di usia belasan tahun.
  2. Menyusui 
    Seorang wanita yang telah menyusui satu anak atau lebih memiliki risiko lebih rendah daripada wanita yang tidak pernah menyusui.
  3. Sel-sel payudara yang abnormal 
    Beberapa wanita yang pada kondisi non-kanker ditemukan menderita ketidaknormalan pada sel-sel payudara tertentu nantinya bisa menjadi kanker. Seorang wanita dengan masalah ini, dikenal sebagai hyperplasia tidak normal, membutuhkan check-up teratur.
  4. Minum alkohol dan merokok 
    Beberapa studi menunjukkan wanita yang minum banyak alkohol memiliki risiko lebih tinggi daripada mereka yang tidak minum alkohol. Merokok tidak dihubungkan secara langsung dengan risiko kanker payudara, tetapi berhubungan dengan penyakit lain dan kesehatan secara menyeluruh. 
  5. Mengkonsumsi pil KB 
    Ada sedikit peningkatkan risiko pada wanita yang mengkonsumsi pil KB. Risiko ini bersifat sementara dan hilang setelah 10 tahun berhenti mengkonsumsi pil KB. 
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor risiko kanker payudara adalah faktor reproduksi, penggunaan hormon, obesitas, konsumsi lemak, radiasi, riwayat keluarga dan faktor genetik, penundaan kehamilan, tidak menyusui, sel-sel payudara yang abnormal, minum  alkohol dan merokok, serta mengkonsumsi pil KB. 

Pengobatan medis kanker payudara 

Pengobatan kanker payudara dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengobatan lokal dan sistemik. Pembedahan dan radioterapi (terapi radiasi) merupakan pengobatan lokal yang digunakan untuk mengangkat, merusak, atau mengontrol sel kanker pada area spesifik. Sedangkan kemoterapi merupakan pengobatan sistemik yang digunakan untuk merusak atau mengontrol sel kanker melalui seluruh tubuh (Odgen, 2004). 
Pembedahan merupakan pengobatan  primer kanker payudara. Selain pembedahan, terdapat pengobatan yang dinamakan  adjuvant therapy  yaitu pengobatan yang diberikan untuk melengkapi pengobatan primer agar meningkatkan kesempatan penyembuhan yang terdiri dari kemoterapi dan radiasi (Odgen, 2004). Berikut penjelasan tiga tipe dasar dari pengobatan kanker, yaitu pembedahan, radiasi, dan kemoterapi. 
a.  Pembedahan 
Pembedahan merupakan pengobatan yang paling umum untuk kanker payudara. Terdapat beberapa jenis pembedahan pada kanker payudara, yaitu: lumpectomy (pembedahan yang dilakukan dengan cara mengangkat benjolan atau tumor dan sejumlah kecil jaringan normal yang ada disekitarnya),  total mastectomy (pembedahan yang dilakukan dengan cara mengangkat keseluruhan payudara yang terkena kanker),  dan  radical mastectomy (pembedahan yang dilakukan dengan cara mengangkat keseluruhan payudara yang terkena kanker, dinding otot dada di bawah payudara, dan semua limfa di bawah lengan) (dalam Bellenir, 2009). Pembedahan dilakukan berdasarkan ukuran kanker, letak kanker dan penyebarannya (dalam Odgen, 2004). 
  1. Efek fisik pembedahan 
    Sejumlah pasien kanker payudara melaporkan masalah-masalah yang timbul setelah dilakukannya pembedahan. Mulai dari rasa ketidaknyamanan segera setelah pembedahan sampai dengan masalah-masalah kronik seperti kaku, mati rasa, bengkak, dan lelah yang dapat dirasakan selama berminggu-minggu sampai bertahun-tahun (dalam Ricks, 2005). Pembedahan juga dapat mengakibatkan perubahan bentuk dan ukuran payudara (dalam Odgen, 2004). Efek samping yang juga muncul dari pembedahan lumpectomy ataupun mastectomy adalah terjadinya infeksi dan munculnya sejumlah cairan pada luka bekas pembedahan (dalam Ricks, 2005). Dalam jangka panjang, terdapat risiko komplikasi yang besar, kondisi ini dimanakan lymphedema  dimana lengan akan membengkak yang meskipun dapat diatasi namun tidak dapat disembuhkan (dalam Odgen, 2004). 
    Perubahan-perubahan penampilan fisik akibat pembedahan tersebut dapat terjadi secara permanen (dalam Feuerstein, 2007).
  2. Efek psikologis pembedahan 
    Masalah yang sering dihadapi setelah proses pembedahan adalah perubahan cara berpikir tentang tubuh mereka dan efeknya terhadap perasaan dan aktivitas seksual. Kebanyakan wanita melihat payudaranya sebagai bagian yang penting dari feminitas dan identitas seksual (dalam Odgen, 2004). Apalagi di kebanyakan budaya, terdapat stereotip seksual yang kuat dimana payudara dianggap secara simbolik berkaitan dengan kehangatan, keibuan, dan kasih sayang. Jika bagian tubuh terpenting yang tampak diamputasi atau dimutilasi, hal ini kemudian menjadi sebuah alasan bahwa body image akan ikut terpengaruh. Perubahan body image  ini akan berdampak pada fungsi psikologis dan seksual pada seorang wanita. Wanita tersebut dapat mengalami distress  karena hal tersebut sehingga biasanya mereka akan mulai memakai baju yang sangat longgar untuk menyamarkan bentuk payudara mereka atau menjadi pobia sosial dan menarik diri dari interaksi dengan orang lain (dalam Tavistock & Routledge, 2002). Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk menerima bahwa pengobatan diartikan sebagai mutilasi atau kehilangan sesuatu yang sangat terkait dengan seksualitas mereka. Kehilangan dari satu atau keduanya akan menambah beban akan fakta bahwa mereka terkena kanker (dalam Odgen, 2004). Kehilangan payudara pada akhirnya dapat menciptakan disfungsi seksual yang parah sebagai bentuk hilangnya  self-image, rendahnya self-esteem, hilangnya perceived atrractiveness, rasa malu, dan kehilangan gairah (dalam Tavistock & Routledge, 2002). 
    Beberapa wanita menginginkan agar payudaranya tetap utuh dengan banyak cara, sementara wanita lainnya merasa bahwa mereka hanya dapat menyelamatkan payudaranya jika keduanya diangkat sekaligus. Beberapa wanita, yang menganggap bahwa mastektomi membuat mereka merasa sakit secara emosional, mungkin menginginkan rekonstruksi payudara dengan segera, sementara wanita yang lainnya cenderung untuk menghindari pembedahan dan puas hanya dengan memakai prosthesis (benda berbentuk seperti payudara) di dalam bra mereka (dalam Odgen, 2004). 
b. Radiasi 
Terapi radiasi merupakan pengobatan kanker yang menggunakan X-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker atau menahannya agar tidak berkembang. Keputusan tentang seberapa banyak kadar dan seberapa lama radiasi diberikan tergantung dari kadar, tipe, dan tahap kanker. Terdapat dua tipe dari terapi radiasi yaitu terapi radiasi internal dan terapi radiasi eksternal. Terapi radiasi internal menggunakan substansi radioaktif melalui suntik, kawat atau pipa yang ditempatkan langsung di dalam atau di dekat kanker. Sedangkan terapi radiasi eksternal menggunakan mesin di luar tubuh untuk mengirimkan radiasi ke arah kanker. Cara terapi radiasi diberikan tergantung pada tipe dan tahap kanker yang sedang diobati (dalam Bellenir, 2009). 
Terapi radiasi sering diberikan bersama pengobatan kanker yang lain. Radiasi dapat diberikan bersama dengan pembedahan. Radiasi mungkin akan diberikan sebelum, sesudah atau selama pembedahan. Dokter mungkin akan melakukan radiasi sebelum pembedahan.untuk mengurangi ukuran kanker, atau dilakukan setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang masih tersisa. Terkadang, terapi radiasi diberikan selama proses pembedahan sehingga dapat langsung menuju ke kanker tanpa harus menyentuh kulit. Model terapi radiasi ini dinamakan intraoperative radiation (dalam Feuerstein, 2007). 
Radiasi juga dapat diberikan bersama dengan kemoterapi. Radiasi mungkin akan diberikan pada saat sebelum, selama, dan sesudah kemoterapi. Pada saat sebelum ataupun selama kemoterapi, terapi radiasi berfungsi  untuk mengurangi kanker sehingga kemoterapi dapat bekerja dengan lebih baik. Sedangkan setelah kemoterapi, terapi radiasi dapat digunakan untuk membunuh sel kanker yang tersisa (dalam Feuerstein, 2007). 
  1. Efek fisik radiasi 
    Efek samping radiasi yang dapat dirasakan adalah mual dan muntah, penurunan jumlah sel darah putih, infeksi/peradangan, reaksi pada kulit seperti terbakar sinar matahari, rasa lelah, sakit pada mulut dan tenggorokan, diare dan kebotakan (dalam Chyntia, 2009). Terapi radiasi dapat menyebabkan luka kecil pada paru-paru, sehingga mengakibatkan iritasi dan batuk, atau terkadang sulit bernapas  (dalam Dixon & Leonard, 2002). Beberapa pasien kehilangan selera makannya dan mengalami kesulitan pada sistem pencernaan mereka selama pengobatan (Odgen, 2004). 
    Efek samping tersebut bersifat kumulatif; beberapa pasien semakin merasa buruk pada akhir rangkaian pengobatan daripada awal pengobatan. Pada sebuah studi, hampir sepertiga dari pasien masih mengeluh akan rasa lelah yang berlebihan setelah terapi radiasi dan masih dirasakan setahun setelah pengobatan berakhir (Fallowfield et al. dalam Tavistock & Routledge, 2002).
  2. Efek psikologis radiasi 
    Lucas et al. (dalam Tavistock & Routledge, 2002) menemukan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara jumlah terapi radiasi yang diberikan, reaksi yang tidak menyenangkan, dan berikutnya  psychiatric morbidity, akan tetapi terkadang pikiran-pikiran akan pengobatan saja pun cukup untuk menciptakan kecemasan. Tidak disangkal bahwa beberapa kecemasan dan depresi  tersebut berkaitan dengan adanya diagnosa kanker payudara, sehingga penyakit ini membuat wanita khawatir bahkan meskipun mereka memulai terapi radiasi dengan pikiran positif dan optimis. 
c.  Kemoterapi 
Kemoterapi merupakan proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker (dalam Chyntia, 2009).  Jadwal pengobatan kemoterapi sangat bervariasi. Seberapa sering dan seberapa lama pasien mendapatkan kemoterapi tergantung pada tipe dan stadium kanker; tujuan pengobatan (apakah kemoterapi digunakan untuk mengobati kanker, mengontrol perkembangannya, atau mengurangi gejala-gejala); tipe kemoterapi; dan bagaimana tubuh bereaksi terhadap kemoterapi (dalam Bellenir, 2009).  
Kemoterapi dibagi atas dua jenis yaitu kemoterapi sistemik dan kemoterapi regional. Kemoterapi sistemik adalah kemoterapi yang diberikan melalui mulut atau disuntik melalui pembuluh darah vena atau otot, sehingga obat-obatan masuk ke aliran arah dan dapat mencapai sel kanker melalui tubuh. Sedangkan kemoterapi regional adalah kemoterapi yang ditempatkan langsung ke dalam lajur spinal, organ, atau rongga tubuh, seperti daerah perut, sehingga obat-obatan akan mempengaruhi sel kanker di area tersebut.  
Prinsip kerja pengobatan ini adalah dengan meracuni atau membunuh sel-sel kanker, mengontrol pertumbuhan sel kanker, dan menghentikan pertumbuhannya agar tidak menyebar atau untuk mengurangi gejala-gejala yang disebabkan oleh kanker (dalam Chyntia, 2009).  Sayangnya, obat-obatan  anti kanker tidak dapat mengenali sel-sel kanker secara spesifik, dan akan membunuh sel-sel lain yang membelah secara aktif seperti sel-sel darah atau sumsum tulang (dan rambut) (dalam Dixon & Leonard, 2002). 
  1. Efek fisik kemoterapi 
    Kemoterapi mempengaruhi orang dengan cara yang berbeda. Bagaimana efek fisik yang dirasakan tergantung dari seberapa sehat seseorang sebelum pengobatan, tipe kanker, seberapa parah kanker tersebut, jenis kemoterapi yang didapatkan, dan dosisnya.  Beberapa efek samping yang umum terjadi akibat kemoterapi adalah rasa sakit, nyeri dan luka pada mulut (dalam Bellenir, 2009). Pasien yang menerima kemoterapi akan mengalami peningkatan risiko terkena infeksi, dimana hal ini menandakan bahwa mereka membutuhkan perawatan ekstra untuk menghindari situasi yang berisiko. Depresi dan rasa lelah akan membuat keadaan tersebut semakin memburuk (dalam Odgen, 2004). 
    Kebanyakan pasien yang diberikan kemoterapi juga mengalami mual, muntah, dan kerontokan rambut (dalam Tavistock & Routledge, 2002). Banyak orang yang memandang bahwa rambut mereka merupakan bagian yang sangat penting dari penampilan. Pada beberapa budaya, rambut juga merupakan lambang dari kesuburan atau status, sehingga kerontokan rambut dapat menjadi pengalaman yang begitu sulit (dalam Odgen, 2004). 
    Kebanyakan efek samping mereda setelah kemoterapi berakhir. Tetapi terkadang efek tersebut dapat berlangsung berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Kemoterapi juga dapat menyebabkan efek samping jangka panjang yang tidak kunjung reda seperti kerusakan hati, paru-paru, ginjal, saraf, atau organ reproduksi. Beberapa tipe kemoterapi bahkan dapat menyebabkan kanker tambahan beberapa tahun kemudian (dalam Bellenir, 2009).
  2. Efek psikologis kemoterapi 
    Pada wanita yang telah mengalami banyak penderitaan secara fisik dan emosional akibat kanker payudara yang mereka derita, kabar bahwa sekarang mereka harus menjalani beberapa rangkaian kemoterapi selama periode lebih dari 6 bulan, sering menciptakan rasa takut sekaligus curiga. Seperti ketika kebutuhan akan terapi radiasi yang membuat ketakutan karena kanker yang tidak dapat disembuhkan secara efektif dengan pembedahan, kebutuhan akan kemoterapi juga akan menciptakan kecemasan yang serupa (dalam Tavistock & Routledge, 2002). 
    Dengan tidak melibatkan efek fisik yang muncul, terdapat banyak efek samping psikologis berkaitan dengan kemoterapi. Maguire et al. (dalam Tavistock & Routledge, 2002) mempelajari psychiatric morbidity pada wanita-wanita yang sedang menjalani mastektomi disertai dengan pemberian kemoterapi dengan yang menjalani mastektomi saja. Secara signifikan, wanita-wanita yang juga menerima kemoterapi lebih mengalami kecemasan dan/atau depresi. Dan semakin mereka mengalami efek samping yang buruk, maka semakin parah kecemasan dan/atau depresi yang dialami. 

Comments

Popular posts from this blog

PENYEBAB PENYAKIT PAYUDARA